Senin, Januari 03, 2011

Sekelumit Kebenaran Tentang Asyura

Saat bocah, malam Asyura adalah malam yang sangat menyenangkan karena malam itu masyarakat di kampung akan melakukan salat bersama di mesjid dan menikmati bubur merah dan bubur putih setelahnya. Yang menyenangkan saya tentu saja Bubur Merah dan Putihnya itu. Adapun salatnya, walaupun saya melakukannya juga... tetapi sambil mengganggui teman lain yang sedang sujud. :)



Bulan Muharram bukanlah bulan asing bagi seluruh umat Islam. Di Aceh, ada ritual tertentu pula berkaitan dengan Asyura ini. Adapun umumnya masyarakat kita di sini, menganggap Asyura - khususnya 10 Muharram adalah sebagai puncak Hari Raya Anak Yatim. Di hari ke 10 itu kita memberikan perhatian khusus pada mereka sebagaimana Rasulullah SAW selalu melakukannya di sepanjang hidupnya. Jadi, Asyura memang bukan momen yang asing bagi Islam umumnya.

Setelah besar dan membaca berbagai kisah keislaman, saya tersentak ketika membaca sebuah 'untold story' mengenai Asyura yang sebenarnya. Asyura bukan sekedar Hari Raya Anak Yatim. Asyura bukanlah tentang Bubur Merah Bubur Putih.

Asyura ternyata adalah ethos kepahlawan para Syahid. Dan para syuhada itu bukan sekedar muslim umumnya, tetapi keluarga Rasulullah SAW. Assalamu alayka yaa madhlumil syahid...


Evening of Ashura
created by Mahmoud Farshchian

Kenapakah Allah menjadikan Muharram begitu suci dan istimewa? Bahkan konon setiap memasuki bulan Muharram, Rasulullah sering berurai airmata. Bagaimana tidak? Beliau sudah diberitahuNya bahwa kelak pada zaman berikut, anak cucunya: Husein dan keluarganya...  akan menjadi syahid di Padang Karbala dalam keadaan haus dan lapar... terjauhkan dari air dan makanan... terpisahkan badan dari kepalanya yang selalu memuji Allah. Dan Rasulullah SAW bahkan telah tahu pula siapa yang akan membunuhi anak cucunya.

Masya Allah.
Luar biasa pribadi Rasulullah.
Akhlak sempurna kekasih Allah.
Satu-satunya makhluk sempurna yang pernah diciptakan Allah. 
Betapa murni hati Sang Muhammad. Beliau tahu segala hal yang akan terjadi pada keluarganya dan beliau tahu pula orang-orang yang akan menghabisi mereka. Tetapi, tentu saja beliau tak mungkin membalasi dan menghukum orang-orang yang akan menyakiti keluarganya itu sebelum halnya terjadi. Bukankah itu rahasiaNya saja yang kebetulan dibagikan padanya?

Nur Semesta
Pelajaran yang sangat berharga dari momen dan tragedi Asyura adalah bukan pada dibantainya al Husein sekeluarga oleh Yazid bin Muawiyah. Tetapi pada kemampuan menyikapi segala yang 'akan' dan 'harus' terjadi pada saatnya dengan memaknainya melalui pengetahuan yang 'dipahami sebelum dialami'. Itulah keteladanan yang diemban dan ditunjukkan al Husein dan keluarganya sepanjang hidup hingga saat darah sucinya mensucikan Karbala. Karbala menjadi suci karena darah al Husein.

Dan syahidnya al Husein dan keluarga lainnya bukanlah tragedi memilukan bagi mereka. Bagaimana mungkin memilukan? Mereka adalah keluarga Rasulullah SAW dan disucikan lahir dan batin... dan telah dijamin sebagai penghuni surga aliyyin dengan Hasan dan Husein sebagai Penghulunya. Jalan kesyahidannya memang memilukan, tetapi semata-mata untuk menanamkan keteladan akhlak bagi umat sesudahnya. Untuk diingat dan diwasiati. Tetapi hakikatnya tentu saja mereka telah diselamatkan Allah dengan caraNya yang penuh pelajaran demi pembelajaran bagi ummat berikut. Al Husein tidak pernah bersedih walaupun beliau telah diberitahu cara kematian yang akan dialaminya. Cintanya terhadap Allah sebanding kecintaan Allah padanya. Akankah para pecinta disakiti oleh yang dicintainya karena kecintaannya? No way. Itu bukan cara dan jalan cinta. Cinta al Husein dengan Rabbnya adalah cinta hakiki yang menerangi semesta.


















Dengarlah syair  al Husein saat menjelang syahidnya :
Jika agama kakekku takkan tegak kecuali dengan jalan harus dibunuhnya aku..
Maka, wahai pedang-pedang kaum durjana perangilah aku..!
Wahai kematian, datanglah dan aku menyongsongmu
Ketahuilah, batas kehidupan dan kematian adalah semu.
Aku lindungi keluarga Muhammad SAW darimu
Aku perangi kalian dengan tanpa ragu dan jemu
Bagiku kehidupan dan kematian adalah sama
Kematian sang at indah di mata sang kesatria
Kehidupan adalah masa di mata sang jawara.
Kematian pasti datang mencari mangsa
Celakalah orang yang menjajakan agama demi harta dan tahta
Celakalah orang yang memerangi Marga Thoha
di akhirat nanti mereka akan merangkak mengemis iba.

Tetapi jika kemudian setiap kali kita mengingat Karbala lantas menjadi pilu dan berurai air mata, ya bukan salah kita pula. Kita hanya manusia biasa dengan perasaan yang seringkali tak terjaga dengan pemahaman yang sebatas insaniah. Kita kira kita bersedih  dan menangis untuk al Husein...?  Tidak. Umumnya kita menangis untuk dosa-dosa dan kelemahan kita sendiri. Karena Husein dan para ahlul bayt... tak perlu ditangisi. Mereka adalah keturunan Rasulullah yang sudah diwariskan surga dan kemewahan spiritual khusus pada mereka. Mereka telah selamat dunia akhirat. Telah menjadi keharuman surga yang akan menyambut para pecintanya yang meneladani akhlak karimnya mereka. Semesta selalu bertasbih dan bersalawat buat mereka. Lantas, kenapa kita harus melukai diri sendiri dan melumurkan darah di seluruh tubuh? Kenapa tidak konsisten untuk menghancurkan saja nafsu kebinatangan dari jiwa kita? Itulah sebaik-baik jalan ukhrawi.

Adalah diri kita sendiri yang perlu ditangisi dosa-dosanya. Adalah nafsu rendah kita sendiri yang harus dilaknati jika kita sedang ingin melaknat. Dan  sepantasnyalah kita bersyukur dan berterimakasih pada al Husein yang telah merelakan dirinya menjadi sumber tabir pengetahuan demi mengingatkan manusia selalu akan dosa dan kelalaian diri sendiri.  Inilah sebaik-baik jalan yang sesungguhnya telah ditunjukkan dan dicontohkan Rasulullah SAW dan para ahlul bayt AS. Jika mencintai Rasulullah SAW karena keutamaannya dan mencintai ahlul baytnya karena ketaqwaan mereka - dikatakan syiah... maka saya rela itu. Jika meneladani sikap Rasulullah dibilang fanatik, maka saya pun rela itu.

Tetapi sesungguhnya, Rasulullah SAW bukanlah seorang fanatik tetapi sosok berpribadi kharismatik, simpatik, unik, propetik dan sejumlah kata lain yang tak cukup untuk menjelaskan khasanah keutamaannya.
Salam alayka yaa Rasulullah Muhammadi... habibi... wa salam alaykum yaa aali Muhammad !