Kamis, Januari 06, 2011


Episode Pertama


Aku seorang yang sangat menghargai persahabatan dan pertemanan. Sewaktu SD dan SMP, aku punya teman yang sangat banyak. Semua orang yang kukenal adalah temanku, baik teman di sekolah ataupun teman di lingkungan rumah. Konon sewaktu kecil, aku juga seorang yang lucu, 'cute' dan sangat humoris. 


Hmhm... :))) ya, aku masih ingat berbagai 'jokes' yang pernah aku lakukan bersama teman SD dan SMPku. Dan menurutku, pertemanan di SD dan SMP jauh lebih murni dan tulus karena di usia itu kita masih dalam alam bocah yang bebas dari intrik dan kecemburuan. Aku selalu mengenang seluruh temanku di dua strata itu dengan kenangan yang manis dan tak terlupakan. Bahkan aku kira, aku masih akan tetap bisa mengenali teman-teman SD dan SMPku jika suatu saat bertemu lagi. Insya Allah. :)))
SMA's age. 


Sementara masa SMA, adalah masa transisi bagiku. Ada perubahan besar dan mendasar di situ. Di SMA, aku cenderung menjadi  'a loner'. Seorang yang merasa tersesat dalam sebuah habitat. Why? Bayangin saja, aku adalah hanya satu di antara dua orang dari SMPku yang lolos masuk ke SMA ini. SMA 1 Rangkasbitung ini memang SMA paling top di Rangkasbitung, Banten sana - sehingga penerimaan siswanya sangat selektif. Pantesnya aku bangga bisa  masuk sekolah elit ini 'kan?  


Well, satu sisi memang ya. Tapi sisi lain, aku kesepian karena itu berarti aku harus memulai sebuah adaptasi baru yang terus terang saja tak semudah di SD dan SMP. Di dua sekolah dasar itu aku tak perlu beradaptasi dengan orang-orang lain karena semuanya justeru berusaha beradaptasi denganku. :) Bagaimana pun, di tempat asalku, asal-usul keluargaku sangat dihormati dan diagungkan sehingga di sana aku bak 'a princess'. Tetapi di SMA, yang notabene adalah sebuah lingkungan baru dan wilayahnya di luar wilayah kekuasaan keluarga besarku, aku tentu saja menjadi 'nobody'. :P


In SMA I was unveiled.
Apalagi, usia SMA adalah masa pubertas di mana setiap pribadi sedang berusaha menunjukkan identitasnya sekalian egonya yang super. BegitulahTahun pertama, aku masih bisa melaluinya dengan baik walaupun aku menjadi agak sedikit nakal. Tapi tahun kedua, ketika setiap siswa dimasukkan ke fakultas yang konon sesuai dengan minat, bakat dan kecenderungan masing-masing siswa... aku menjadi berontak dan menjadi pemberontak. Karena menurutku, aku tak tertarik dengan ilmu-ilmu fisika dan kimia tetapi guru pembimbingku memasukkanku ke fakultas Fisika. :(((


Aku protes dan pergi menghadap guru pembimbing di ruangannya. Aku bilang padanya bahwa aku lebih berminat di program bahasa. Aku mau mempelajari berbagai bahasa dunia. Tetapi, alasan apa pun yang aku berikan, sang guru tak mengabulkanku. Beliau bilang, "Kita memasukkan siswa ke masing-masing fakultas berdasarkan indeks prestasi, kemampuan, bakat, kecenderungan dan minat siswa dalam bidang pelajaran yang diikutinya. Dan penjurusan ini juga untuk membantu siswa lebih spesifik dalam mengenali bakat dan kemampuannya."


Well, okay... sang guru boleh bilang begitu. Tetapi kenapa aku tak merasa menjadi diriku di fakultas fisika? Aku adalah seorang yang suka menulis, puisi, musik dan berbagai kreasi. Dan aku juga suka mempelajari berbagai sejarah dunia. Aku tak mau dan tak tertarik berkutat dengan rumus-rumus matematika dan fisika serta tetek bengek senyawa kimia dan molekul-molekul. Aku tak tertarik menjadi generasi Einstein. Aku lebih tertarik  dunia Umar Khayam dan Kahlil Gibran. 


Tetapi itulah... aku tak berdaya meloloskan argumentasiku pada pak guru pembimbing. Dan aku merasa sebagai  jiwa Umar Khayam yang  terdampar di laboratorium Einstein !!! Ini membuatku hilang semangat belajar, hilang sebentuk harapan dan hilang antusiasme.  Dan membuat nilai-nilai pelajaranku jatuh. Tetap aku tak perduli. Aku juga cenderung menarik diri dari pergaulan. Walaupun, tentu saja aku punya beberapa teman gaul yang masih bisa kukenang manis sebagai kenangan masa SMA. Tetapi sejujurnya saat itu aku cuma ingin segera menyelesaikan masa SMAku saja dan segera pergi membenamkan diri di telaga ilmu jurnalistik. Yeah... akhirnya dapat juga memang. :)))


Aku merasa seperti kuntum bunga yang segera mekar saat aku berhasil masuk jurnalistik di sebuah akademi di Bandung. Wow... finally, I found my self.  That was a beginning in the  episode of my life.